Ancaman Penjara 15 Tahun Mengintai Jika Desertir Pulang ke Indonesia
Eks Marinir TNI Satria Kumbara, mantan anggota Marinir TNI Angkatan Laut, menjadi sorotan setelah menyatakan keinginannya kembali ke Indonesia usai bergabung sebagai tentara bayaran di Rusia. Dalam video viral, Satria memohon bantuan Presiden Prabowo, Wapres Gibran, dan Menlu Sugiono untuk pulang ke Indonesia, mengaku tidak tahu kontrak dengan Rusia mencabut status WNI-nya.
Kontrak militer itu mengancam Satria dengan hukuman penjara jika ia membatalkannya sepihak, menyoroti risiko warga asing yang Rusia rekrut sebagai tentara bayaran di konflik Rusia-Ukraina dengan janji palsu dan tekanan ekonomi.
Latar Belakang dan Risiko Hukum Eks Marinir TNI Satria Kumbara
Eks Marinir TNI Satria Kumbara, yang kini terikat kontrak militer Rusia, menghadapi dilema hukum dan kemanusiaan.
Berikut adalah poin-poin utama terkait situasinya:
Keterlibatan Satria di Rusia:
- Satria, eks Marinir TNI, dengan sengaja bergabung sebagai tentara relawan di Rusia, diduga tanpa memahami implikasi hukum kontraknya dengan Kementerian Pertahanan Rusia.
- Dalam video yang beredar, ia mengaku kehilangan status WNI akibat kontrak tersebut dan memohon bantuan pemerintah Indonesia untuk pulang.
- Belum ada konfirmasi resmi dari Kementerian Luar Negeri Indonesia mengenai status kewarganegaraan atau langkah diplomatik untuk membantu Satria.
Ancaman Hukum di Rusia:
- Dengan demikian, Rusia secara hukum mengikat Satria dengan kontrak militer, mengancamnya dengan hukuman penjara hingga 15 tahun jika ia desertir, sebagaimana yang dialami tentara bayaran Sri Lanka yang ditolak pulang.
- Rusia secara tegas menerapkan hukuman keras terhadap desertir, terutama selama konflik Ukraina, dan Bloomberg melaporkan bahwa Rusia memaksa migran serta mahasiswa asing untuk bergabung dengan militer.
- Rusia kemungkinan menempatkan Satria di wilayah konflik seperti Donetsk, dengan risiko cedera atau kematian yang sangat tinggi.
Kisah Serupa dari Tentara Bayaran Asing:
- Rusia mengirim seorang pria Sri Lanka berusia 21 tahun, yang awalnya dijanjikan peran logistik, ke garis depan di Donetsk, hingga ia terluka dan Ukraina menangkapnya.
- Tentara bayaran dari Nepal, India, dan Kyrgyzstan juga melaporkan penempatan berbahaya dan ancaman hukum jika membatalkan kontrak.
- Organisasi HAM Rusia, Idite Lesom, mencatat Rusia memanfaatkan ketidaktahuan hukum dan kesulitan ekonomi untuk merekrut warga asing.
Jalan Keluar Berisiko:
Beberapa tentara bayaran asing, termasuk 22 warga Sri Lanka dan sekelompok warga Nepal, berhasil melarikan diri dari pasukan Rusia dengan bantuan Idite Lesom.
Para desertir melarikan diri melalui rute berbahaya di wilayah pendudukan, sering kali menghadapi risiko penangkapan atau pembunuhan.
Ivan Chuvilyayev dari Idite Lesom menegaskan Rusia mengeksploitasi kerentanan ekonomi dan hukum warga asing, serupa dengan perekrutan warga Rusia.
Tantangan Kepulangan Eks Marinir TNI Satria Kumbara
Kasus Satria mengungkap kompleksitas hukum dan kemanusiaan yang tentara bayaran asing hadapi di Rusia. Oleh karena itu, kepulangan Satria ke Indonesia tidak hanya bergantung pada upaya diplomasi, tetapi juga pada kemampuannya untuk melepaskan diri dari kontrak militer Rusia.
Selain itu, pemerintah Indonesia kemungkinan besar akan menghadapi tantangan dalam menangani status hukum Satria, mengingat keterlibatannya dalam konflik asing.
Harapan dan Respons Internasional
Dengan demikian, organisasi seperti Idite Lesom menawarkan secercah harapan bagi Satria, meskipun jalur pelarian tetap penuh risiko. Media internasional seperti DW dan France 24 menyoroti perekrutan paksa Rusia, mendorong tekanan global untuk melindungi warga asing. Dengan demikian, kolaborasi pemerintah Indonesia dan organisasi HAM krusial untuk menyelamatkan Satria dan mencegah kasus serupa.

